"Kemana perginya mainanku? Mobil mobilan dari kulit jeruk. Kuda kudaan dari pelepah pisang. Entah kemana perginya. Sekarang sulit membedakan. Mana mainan mana sungguhan.Semua mahal, Semua harus dibeli di toko toko penggoda hati. Minta ampun harga mainan kini.Ada yang seharga gaji menteri. Terbuat dari plastik maupun besi. Hanya untuk gengsi anak bayi. Tak ada lagi bocah berkreasi. Semua sudah tersedia. Mereka menjadi cengeng dan manja. Kejernihan otaknya pun sirna. Mana mainanku yang dulu? Aku ingin melihat bentuknya. Aku ingin mengingat nama namanya.Yang pernah akrab dengan kehidupan ini".


Namun faktanya, permainan tradisional di masa depan semakin tergerus teknologi, "anak-anak sekarang lebih suka asik sendiri bermain secara individu melalui iPad," imbuhnya. Meski bisa membawa dampak anak akan berpikir lebih cepat namun dikhawatrikan anak-anak sekarang akan tumbuh menjadi anak-anak instan, yang ingin segalanya serba cepat.
Keprihatinan terhadap nasib permainan tradisional lalu menggugah hatinya untuk mengajak seluruh Kawan-Kawan Oi untuk turut serta dalam acara Gerakan Kebangkitan Permainan Tradisional yang diprakarsai oleh Gudang Dolanan Indonesia pada Hari Minggu, 8 Februari 2015 di Bundaran HI bersama Oi Jakarta Selatan, Oi Jakarta Pusat dan beberapa Oi Kota lainnya.

"Tujuannya ya untuk memperkenalkan permainan tradisional, agar tidak punah," imbuh Fajar "Cubluk" Yulianto.
Lebih lanjut, Fajar "Cubluk" Yulianto mengungkapkan dalam permainan tradisonal terkandung nilai sosial yang tinggi, "ini karena permainan tradisional selalu dimainkan oleh dua orang atau lebih." Selain itu, ditambahkannya terdapat nilai sportifitas yang terkandung di dalamnya, "jadi, kalah atau menang harus tetap sportif."
Adapula nilai ketaatan pada aturan dalam permainan tradisional, "meski tidak ada aturan tertulis, namun mereka paham dan patuh terhadap permainan itu," jelasnya.
Post a Comment